Desa-desa di kawasan pegunungan Dieng dan sekitarnya. Dataran tinggi Dieng sendiri memiliki dua buah desa, yaitu Desa Dieng wetan (timur) dan Desa Dieng kulon (barat) keduanya berada di wilayah administratif berbeda, Dieng wetan masuk di Kabupaten Wonosobo dan Dieng kulon masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara.
Desa Dieng Kulon

Dieng Kulon merupakan sebuah desa wisata yang berada di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Desa ini terletak pada ketinggian antara 2.000-2.500 meter di atas laut.
Sebagai desa wisata yang terkenal, Dieng kulon memiliki banyak akomodasi seperti homestay, rumah makan, Spbu dan sarana lain sebagai penunjang kebutuhan wisatawan yang datang.
Masyarakat Desa Dieng kulon terkenal ramah dengan wisatawan, desa ini dikaruniai pemandangan alam yang indah dengan banyak destinasi wisata sehingga menarik pengunjung dari seluruh dunia dengan udara segar luar biasa.
Desa Dieng Kulon terletak sekitar 115 km (3,5-4 jam) dari Yogyakarta dan bandaranya, 105 km (2,5-3,5 jam) dari Purwokerto dan stasiun kereta, sekitar 135 km (4-5 jam) dari Semarang dan 27 km dari Wonosobo.
Untuk mencapai Desa Dieng Kulon dapat diakses melalui jalur Wonosobo ataupun Banjarnegara. Menyewa kendaraan pribadi adalah pilihan tepat, karena belum ada akses transportasi langsung dari kota-kota besar tersebut.
Sebagai desa wisata, Dieng kulon memiliki daftar destinasi wisata yang bisa dikunjungi, diantaranya sebagai berikut:
- Komplek Candi Dieng (Arjuna)
- Candi Bima
- Candi Gatotkaca
- Candi Dwarawati
- Museum Kailasa
- Kawah Sikidang
- Padang savana
- Bukit Scooter Dieng
- Gangsiran Aswatama
Ada banyak penginapan yang ada di Desa Dieng Kulon. Harga homestay bervariasi mulai dari Rp250.000 per malam. Cara mencari penginapan sangat mudah, pada setiap jalan banyak ditemukan papan nama homestay jadi pengunjung bisa langsung check-in.
Namun pada saat musim liburan yang padat lebih baik memesan terlebih dahulu, agar tidak kehabisan akomodasi saat tiba di Dieng.
Desa Dieng Wetan

Desa Dieng Wetan adalah sebuah desa yang masuk di wilayah kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Desa ini berada pada ketinggian 2.100 di atas permukaan laut sehingga memiliki suhu udara yang dingin. Selain terkenal akan potensi pariwisatanya, sebagian besar penduduk Desa Dieng Wetan adalah petani kentang.
Tempat wisata yang ada di Desa ini seperti: Telaga Warna, Telaga Pengilon, Gua, Tuk Bima Lukar, Dieng Theater, Bukit Sidengkeng, dll.
Desa Patakbanteng

Patakbanteng merupakan salah satu desa yang sering disebutkan dalam pariwisata Dieng. Desa ini merupakan desa yang memiliki potensi pertanian dan pariwisata yang maju.
Desa Patak Banteng mempunyai pemandangan alam yang indah karena letaknya di apit perbukitan dan tepat di lereng puncak tertinggi Dieng yaitu Gunung Prau. Desa Patakbanteng sudah memiliki suhu yang dingin karena tidak jauh dari pusat wisata Dieng yaitu sejauh kurang lebih 2 km saja yang lokasinya berada di Jalan Raya Dieng km 24.
Desa Patakbanteng tidak asing lagi jika terdengar oleh para pelancong khususnya wisatawan kaula muda karena di desa inilah terdapat salah satu pos pendakian Gunung Prau.
Sejak dilewati banyak pendaki baik yang berasal dari dalam daerah ataupun luar daerah, sektor pariwisata di Dieng terus meningkat sehingga warga sekitar banyak yang menjadi pelaku pariwisata diantaranya : menjadi Tour guide, instruktur pendakian, home industri carica, warung makan, toko oleh-oleh, persewaan alat pendakian dan masih banyak lagi.
Selain mengalami peningkatan dalam sektor pariwisatanya, sejak jaman dahulu penduduk Desa Patakbanteng terkenal akan hasil pertaniannya yaitu kentang sebagai komoditas utama, kemudian ada aneka sayur-mayur, terung belanda / buah kemar, cabe Dieng, kacang Dieng serta buah carica.
Desa Patakbanteng merupakan salah satu desa yang memiliki banyak rumah produksi atau home industri carica. Jumlah home industri carica kurang hingga mencapai 30 rumah industri. Pengelola industri ini banyak di diminati oleh pemuda dengan berbagai inovasi pembuatan oleh-oleh khas Dieng. Selain memproduksi aneka macam olahan carica, ada juga berbagai produk olahan terung belanda, kentang, jamur dan kacang Dieng.
Hasil home industri di atas di distribusikan di berbagai pusat oleh-oleh Dieng dan Wonosobo bahkan dikirim ke luar daerah maupun ke penjual yang ada di sekitar tempat wisata.
Cara menuju Desa Patakbanteng sangatlah mudah, karena desa ini berada di tepi jalan raya utama menuju Dieng. Bila dari arah akun-alun Kota Wonosobo ambil arah rute menuju Dieng melewati Jalan Abdurahman Wahid, dilanjutkan ke jalan Raya Dieng. Dari pusat kota Wonosobo hanya berjarak kurang lebih 24 km. Posisi desa ini berada di kanan jalan.
Jika Anda dari Desa Dieng, yaitu melewati jalan raya Dieng turun menuju arah Wonosobo sejauh 2 km dan posisi desa berada di kiri jalan.
Desa Sembungan

Desa Sembungan merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Desa ini terletak terpencil di puncak pegunungan yang jaraknya sekitar 32 km dari pusat Kota Wonosobo. Tekstur alamnya sangat indah sehingga banyak membuat orang kagum, diantaranya adalah pegunungan, lembah, ngarai serta ladang pertanian yang berbentuk terasiring menghiasi di sekeliling Desa.
Desa Sembungan memiliki suhu udara yang dingin tidak jauh beda dengan suhu udara yang ada di pusat Dieng yaitu bisa mencapai hingga 0 derajad celcius yang biasanya muncul saat musim kemarau tiba, seperti pada Bulan Juli, Agustus dan September. Desa Sembungan merupakan salah satu desa yang paling banyak dikunjungi wisatawan karena disinilah terdapat sebuah tempat terindah untuk menyaksikan matahari terbit.
Selain sebagai desa yang berpotensi di bidang pariwisata, Sembungan juga dikaruniani tanah yang subur sehingga kentang, sayur mayur serta tanaman endemik lainnya bisa tumbuh dengan baik disini. Apalagi ada sebuah danau yang selalu terisi air sebagai sarana irigasi pertanian.
Desa Sembungan dijuluki sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa. Desa ini berada pada ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut tentu lebih tinggi dari desa yang ada di pusat Dieng yaitu pada 2.100 meter di atas permukaan laut Mdpl. Suhu udara pada malam hingga pagi hari sangat dingin sehingga harus mengenakan pakaian hangat saat mengunjungi desa ini. Seringnya desa ini diselimuti oleh kabut apalagi saat musim penghujan tiba.
Golden Sunrise Sikunir merupakan sebutan matahari terbit yang berwarna kuning keemasan hingga julukan ini terkenal ke berbagai daerah. Setiap harinya ada banyak pengunjung yang mendaki bukit sikunir untuk menyaksikan sunrise. Potensi wisata inilah yang membuat sektor pariwisata di Desa Sembungan terus menggeliat. Seiring banyaknya wisatawan, semakin banyak pula penduduk desa menjadi pelaku wisata.
Warga Sembungan memiliki budaya yang unik diantaranya adalah bagaimana mereka cara berpakaian. Kebanyakan dari mereka yaitu para bapak-bapak selalu mengenakan jaket tebal, kemudian kupluk dan mengenakan sarung. Sedangkan kaum ibu-ibu selain memakai jaket hangat mereka juga membalut badannya dengan selimut atau jarik dan kebanyakan mereka mengenakan kerudung.
Di Desa Sembungan juga memiliki tradisi unik yaitu pemotongan rambut anak-anak gimbal yang kerap diselenggarakan di area Telaga Cebong. Kemudian ada olah raga tradisional pencak silat serta aneka seni tari seperti tari lengger.
Selain itu ada juga kebiasaan unik orang-orang yang tinggal di sekitar Dieng seperti halnya di Desa Sembungan, mereka sering kumpul keluarga atau menerima tamu di pawon (Pawon merupakan sebutan dapur dalam bahasa jawa) karena selain untuk memasak, ruangan ini dilengkapi dengan tunggu api arang (anglo) untuk menghangatkan tubuh.
Kini jalan menuju Desa Sembungan sudah bagus dan beraspal mulai dari Kota Wonosobo, Dieng, hingga sampai ke desa tertinggi di pulau Jawa ini. Namun ada sebagian jalan yang masih memiliki ukuran kecil sehingga hanya bisa satu mobil saja yang bisa lewat sehingga ada pergantian waktu antara mobil masuk dan keluar yaitu pada jalan masuk menuju area parkir Sikunir.
Rute ke Desa sembungan:
- Melalui jalan Dieng.
- Dari alun-alun Wonosobo terus lurus ke arah utara menuju Jalan Raya Dieng. Setibanya di pertigaan Dieng Plateau belok ke kiri melewati jalan Telaga Warna dan dilanjutkan ke jalan Sikunir (melalui beberapa desa yaitu, Siterus dan Sikunang).
- Melalui Jalan Sirangkel.
- Dari alun-alun Wonosobo terus lurus menuju jalan Raya Dieng. Setibanya di pertigaan Garung (sebelum pasar) belok ke kiri melalui gerbang PLTA Garung. Ada pertigaan lagi setelah PLTA ke arah Desa Mlandi. Terus ikuti jalan hingga melewati Air Terjun Sikarim dan masih naik lagi hingga desa Sembungan. Rute ini lebih cepat namun lebih susah medannya
Desa Tieng

Desa Tieng adalah salah satu desa yang secara administratif terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Desa ini terletak pada ketinggian 1.500 hingga 1.700 meter di atas permukaan laut Mdpl sehingga suhu udaranya sangat sejuk dan sudah dingin. Desa Tieng menjadi salah satu wilayah di sekitar Dieng yang kerap sekali diselimuti kabut seperti negeri di dalam awan. Penduduknya pun tak luput mengenakan pakaian hangat dan menggunakan sarung atau selimut saat di dalam atau luar ruangan.
Nama dari Desa Tieng konon diambil dari sumber mata air yang berwarna kekuning-kuningan, mata air ini berada di sebelah barat desa. Orang Jawa menyebutkan air tersebut dengan istilah “Tieng”. Orang Jawa menyebutkan air tersebut dengan istilah “Tieng”. Banyak wisatawan mengira bahwa Desa Tieng sama dengan Desa Dieng karena namanya hampir mirip. Desa Tieng ini lokasinya 6 km lagi sebelum Desa Dieng dari arah kota Wonosobo yang masih lumayan jauh ditempuh yaitu sekitar 15 menit perjalanan.
Desa Tieng dikaruniai tanah yang loh jinawi (Merupakan tanah yang subur) dengan luas wilayah seluas 2,22 kmΒ². Mayoritas penduduk Desa Tieng bermatapencaharian sebagai petani. Tanaman yang dibudidayakan di wilayah ini berupa kentang, wortel, kol dan tembakau. Hasil pertaniannya sayur mayur dan kentang biasanya akan didatangi secara langsung oleh para pengepul atau dibawa ke pasar sayur Mayasari Garung untuk memenuhi kebutuhan pangan lokal dan luar daerah. Selain penghasil kentang dan sayuran Desa Tieng terkenal dengan tembakaunya.
Desa Tieng terkenal akan pengolahan tembakau yang khas. Tembakau yang berasal dari Desa ini terkenal dengan sebutan “Tembakau Garangan”. Tembakau garangan memang dibuat dengan proses yang panjang dari pada tembakau yang dijual untuk pabrik. Proses yang pertama dilakukan adalah memetik daun tembakau. Ada 3 jenis daun tembakau yang harus dipetik secara bertahap yaitu bagian bawah, tengah dan atas.
Setelah dipetik, daun tembakau di sobek untuk membuang tulang daunnya. Kemudian daun tersebut digulung dan didiamkan beberapa hari hingga masak yaitu daun berwarna kuning dan lengket.
Setelah daun berubah warna di iris-iris tipis (Orang lokal menyebutnya dengan di rajang) dengan menggunakan pisau besar dan siap untuk di anjang atau ditata di atas rigen (sebuah papan untuk menjemur yang terbuat dari bambu bentuknya persegi panjang) menjadi beberapa bagian.
Setelah selesai di tata di atas rigen barulah didiamkan beberapa saat paling tidak setengah hari kemudian malam hari mulai di panggang di atas tunggu besar.
Proses pemanggangan ini disebut dengan “garang”. Kemudian pagi harinya dijemur di bawah sinar matahari. Lama proses penjemuran tembakau kurang lebih 4-7 hari tergantung cuaca.
Setelah kering lanjut ke proses penyimpanan yang dilakukan dengan menggunakan besek (Sebuah wadah jaman dulu yang terbuat dari Anyaman bambu). Katanya semakin lama tembakau garangan ini disimpan semakin enak rasanya dan tentu semakin mahal juga harganya.
Pangsa pasar tembakau Tieng tidak hanya di dalam daerah saja namun banyak peminatnya yang dari luar kota. Bagi para penikmat tembakau, tembakau garangan ini sangat enak dan tajam bahkan lebih enak dari cerutu.
Keadaan wilayah Desa atieng sebagian besar berupa lereng dan jurang. Sedikit ditemukan area tanah yang luas dan datar. Hal ini dapat dilihat dari bangunan rumah penduduk yang berteras-teras di tebing.
Meskipun tanahnya subur namun banyak terdapat batu-batu besar yang berada di kawasan ini baik di lahan pertanian ataupun pemukiman. Batu-batu ini merupakan batu vulkanik yang dulunya berasal dari letusan gunung api Dieng pada ratusan tahun silam.
Desa Igirmranak
Igirmranak merupakan salah satu wilayah yang berada di dataran tinggi Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Desa ini terletak di lereng Gunung Prau sehingga memiliki suhu udara dingin yang suhunya hampir sama ketika berada Desa Dieng. Wilayah ini kerap diselimuti kabut sehingga warga lokal setempat selalu terlihat menggunakan jaket dan berselimut sarung. Di dalam rumah mereka juga terdapat pemanas ruangan tradisional berupa tungku arang yang ditaruh di ruang keluarga ataupun dapur.
Desa Igirmranak berada tidak terlalu jauh dari pusat Kota Wonosobo yaitu berjarak sekitar 18,7 km saja yang bisa ditempuh selama kurang lebih 1 jam perjalanan. Cara menuju desa ini juga sangat mudah yaitu melewati jalan raya Wonosobo Dieng, setelah sampai di pasar tradisional Kejajar belok ke arah kiri menuju Desa Krakal. Jalanan tidak terlalu lebar namun beraspal. Pemandangan di kanan kiri jalan sangat cinematis yaitu berupa ladang pertanian sayur mayur yang berada di lereng serta lembah perbukitan. Setelah Desa Krakal terdapat gapura bertuliskan Desa Igirmranak yang berada di sisi kiri jalan. Dari gapura tersebut masih harus melanjutkan perjalanan lagi dengan medan lumayan ekstrim berupa tanjakan terjal dan menikung sejauh kurang lebih 800 meter jadi perlu berhati-hati bagi para pengendara pemula.
Saat memasuki desa akan terlihat deretan pegunungan yang mengelilingi wilayah ini termasuk Gunung Sindoro bertengger begitu cantik. Penduduknya juga sopan serta ramah apalagi jika ada wisatawan datang pasti akan disambut dengan gembira. Sebagian besar penduduk Desa Igirmranak adalah petani. Ladang mereka ditanami dengan aneka sayur mayur dan buah-buahan. Komoditas utama pertanian di Desa Igirmranak adalah kentang.
Berdasarkan cerita warga setempat, dahulu ketika terjadi perang Diponegoro yaitu sekitar tahun 1825 hingga 1830 para pejuang Indonesia banyak yang melarikan diri dari kejaran kolonial Belanda dan akhirnya mereka lolos kemudian bersembunyi di sebuah bukit yang berada di lereng Gunung Prau sebelah selatan. Bukit tersebut sangat aman sebagai tempat persembunyian karena wilayahnya sangat rimbun ditumbuhi pohon keras berukuran besar memiliki daun lonjong dan tidak terlalu lebar. Pohon inilah yang disebut sebagai pohon mranak. Inilah cikal bakal mengapa dinamakan sebagai Desa Igir Mranak. Igir dalam bahasa indonesia berarti “bukit” dan mranak adalah “pohon mranak” yang berarti perbukitan yang banyak ditumbuhi pohon mranak. Untuk mengenang asal usul desa ini, masih ada pohon Mranak berukuran besar yang masih hidup dengan subur di tengah-tengah perkampungan dan tidak ada seorangpun yang berani menebangnya karena dipercaya memiliki mitos tertentu.
Dari kayu mranak yang sudah membusuk biasanya akan ditumbuhi jamur. Jamur tersebut sering disebut penduduk setempat sebagai jamur pete atau petai karena rasanya hampir mirip seperti petai. Jamur tersebut diolah sebagai sayur yaitu dioseng ataupun digoreng. Ternyata jamur pete ini mengandung banyak khasiat seperti purwaceng dan kini mulai dibudidayakan untuk dijual kering. Jamur petai dipasaran terkenal dengan nama jamur igir.
Selain sayur mayur dan kentang sebagai komoditas utama dinDesa Igirmranak, kini juga mulai dibudidayakan peternakan domba Wonosobo atau dombos dengan sistem permakultur (permanen agrikultur). Dari sistem budidaya permakultur dombos tersebut diharapkan Desa Igirmranak akan menjadi desa wisata unggulan di daerah dataran tinggi Dieng yang banyak menginspirasi banyak orang.
Domba-domba ini memang cocok dibudidayakan di daerah dingin. Beratnya juga mencapai dua kali lipat berat domba biasa jadi bisa untuk meningkatkan peremonomian warga selain dari bidang pertanian dan wisata. Kedepannya diharapkan akan menjadi daya tarik seperti farm house yang ada di New Zealand.
Bukit Roto Dowo adalah tempat wisata andalan di Desa Igirmranak. Bukit tersebut merupakan spot terbaik untuk menyaksikan fenomena matahari terbit di dataran tinggi Dieng. Dari Desa Igirmranak perlu berjalan mendaki kurang lebih 4 jam perjalanan. Banyak juga yang menjadikan sebagai tempat camping karena areanya datar namun berada di puncak bukit. Bukit Roto Dowo juga sebagai jalur mendaki Gunung Prau dari base camp Igirmranak.
Pada setiap peringatan selamatan desa Igirmranak yaitu acara Merti Bumi, warga setempat berkunjung ke Bukit Roto Dowo untuk menampilkan tarian tradisional mereka dengan musik pengiring gamelan. Pada acara tersebut tidak hanya diramaikan oleh warga setempat namun juga dihadiri oleh warga desa lain dan perwakilan dari Dinas Pariwisata Wonosobo.
Desa Bitingan
Desa Bitingan merupakan salah satu desa di Dieng yang memilik panorama alam langka. Desa ini terletak tersembunyi karena diapit oleh pegunungan dan hutan yang hijau. Secara geografis Desa Bitingan merupakan salah satu dusun yang berada di Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Banjarnegara dan hanya berjarak kurang lebih 6 km saja dari Desa Dieng. Jadi tidak terlalu jauh dijangkau jika Anda sedang berkunjung ke Dieng.
Selain alamnya yang indah, Desa Bitingan kaya akan hasil buminya yaitu kentang, sayur mayur dan buah carica. Selain itu juga mengembangkan dari sektor wisatanya karena di dekat wilayah desa ada air terjun yang cantik dan unik yaitu Air Terjun Sirawe dengan aliran air panas serta ada pemandian air panas alaminya yang banyak di kenal orang yakni Banyu Bira.
Desa Bitingan memiliki akses dan rute yang mudah. Jalannya beraspal bermedan naik dan turun bukit. Bahkan Desa Bitingan kini mulai ramai dikunjungi warga dari luar kota karena dilewati jalan baru rute Dieng – Bawang. Di kanan kiri jalan menuju Desa Bitingan berupa area pertanian yang luas serta pegunungan tinggi memagarinya.
Desa Bitingan hanya berjarak 6 km dari pusat Dieng Plateau. Rute perjalanannya adalah melewati jalan Dieng Batur, kemudian belok ke kanan menuju Jalan Kepakisan. Setelah ada pertigaan setelah Telaga Sewiwi belok ke kanan ke arah D’qiano Hot Spring Waterpark. Terus ikuti jalan hingga menembus perbukitan. Gapura desa ada di sebelah kiri jalan. Disitulah letak Desa Bitingan.