Dieng Plateau adalah daerah peninggalan peradaban kuno yang menyimpan banyak benda-benda bersejarah, letaknya 27 km dari kota Wonosobo dan berada pada ketinggian rata-rata 2.000-2.093 meter di atas permukaan laut.
Dieng merupakan dataran tinggi luas dan memiliki hawa udara sejuk serta banyak terdapat tempat wisata alam seperti telaga, kawah, gunung, dan tempat melihat matahari terbit sehingga menjadi salah satu tujuan wisata utama di Indonesia.
Bahkan para peziarah masa lampau juga sering mengunjungi Dieng baik untuk kepentingan penelitian, beribadah maupun rekreasi. Ada banyak peninggalan kuno seperti candi, arca, prasasti serta bangunan lainnya yang memiliki nilai sejarah tinggi.
Candi-candi yang ada di Dieng berumur ratusan tahun dan diperkirakan dibangun antara abad 7-8 masehi pada saat Wangsa Sanjaya berkuasa.
Dieng Plateau merupakan salah satu daerah vulkanik aktif di Jawa Tengah, sehingga terdapat beberapa kawah yang mengandung belerang bahkan ada juga yang mengandung zat beracun seperti Hidrogen sulfida dan Karbon dioksida.
Selain kawah-kawah aktif tersebut, di dataran tinggi Dieng banyak dijumpai kawah mati berbentuk lubang besar untuk menampung air hujan ataupun mata air disekitarnya sehingga lubang kawah tersebut menjadi sebuah danau yang sering dikunjungi wisatawan hingga saat ini, terlebih pemandangan disekitar danau didukung oleh alam yang bagus yaitu berupa perbukitan disekitarnya sehingga menjadi daya tarik tersendiri.
Daftar isi
Profil
Dieng masuk dua wilayah yaitu Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo Provinsi Jawa Tengah.
Julukan | Negeri di atas awan (Merupakan julukan tidak resmi) |
Luas wilayah | Dieng wetan: 282.000 ha, Dieng kulon: 337.846 ha |
Potensi | Pertanian, Peternakan dan Pariwisata |
Kode telepon | (0286) |
Kode pos | Dieng wetan: 56354, Dieng kulon: 53456 |
Topografi | Perbukitan, pegunungan, danau alam, dan kawah |
Suhu udara | Siang hari 12°C – 17°C dan malam hari 6°C – 10°C |
Wisata unggulan | Telaga Warna, Candi Arjuna, Kawah Sikidang, Batu Pandang, Gunung Prau |
Hasil pertanian | Kentang, wortel, kubis, bawang-bawangan dan carica |
Bahasa daerah | Bahasa Jawa |
Acara tahunan | Dieng Culture Festival |
Angkutan umum | Mikro bus jurusan Wonosobo – Dieng – Batur |
Rute ke Dieng | Wonosobo, Banjarnegara, Pekalongan, dan Batang |
Khas | Purwaceng, Carica, dan Cabai Dieng |
Sumber daya alam | Energi panas bumi dan belerang |
Etimologi
Ada beberapa pendapat tentang asal usul nama Dieng. Yang pertama menyebutkan nama Dieng berasal dari “Sansekerta” dan ada juga yang berpendapat nama Dieng berasal dari “bahasa kuno sebelum Kawi”, atau dari “bahasa Sunda tua”.
Dieng berasal dari kata “di” yang artinya “ardi”, “redi” atau gunung atau tempat yang tinggi dan “di” yang bermakna “hadi” “adi” atau indah. Sementara “eng” yang merupakan bagian dari kata “aeng” yang berarti sesuatu yang “nyeleneh”, dan hyang” yang berarti kahyangan. Secara singkat Dieng dimaknai sebuah tempat yang cantik namun memiliki banyak keanehan.
Suhu Udara
Suhu udara Dieng pada siang hari berkisar 12°-20°C dan 6°-10°C untuk malam hari. Pada musim kemarau yang biasanya terjadi antara Bulan Juli hingga Agustus suhu udara di Dieng malam hari bisa mencapai -5°C, pada saat inilah Dieng diselimuti embun upas.
Setiap puncak musim kemarau saat pagi hari suhu udara di Dieng bisa mencapai minus 5°C. Jika ingin menyaksikan kristal es mirip salju kunjungilah Komplek Candi Arjuna sekitar jam 06.00-07.00 pagi. Karena suhu udara minus hal ini menyebabkan embun pagi akan membeku sehingga membentuk kristal-kristal es.
Penduduk Dieng menyebut salju Dieng sebagai bun upas, sebenarnya bun upas ini memang elok di pandang akan tetapi juga memberi dampak negatif kepada para petani. Banyak pertanian mereka seperti tanaman kentang, kubis maupun sayur mayur yang lain layu bahkan gosong berwarna coklat karena terkena bun upas ini.
Sejarah
Dahulu Dieng memiliki peradaban yang tinggi, hal ini dibuktikan dengan penemuan benda-benda bersejarah berupa candi, arca dan peninggalan kuno lainnya. Sampai dengan saat ini banyak para ahli berusaha mengungkap jejak sejarah yang ada di Dieng.
Pendahuluan
Mendengar kata Dieng, yang akan terlintas pada benak kita adalah sebuah dataran tinggi yang merupakan salah satu obyek pariwisata andalan di Jawa Tengah. Dataran tinggi ini merupakan sebuah kawasan yang menyimpan banyak tempat wisata berbau aktivitas vulkanik, sejarah, dan alam, sehingga menarik untuk dikunjungi para wisatawan. Selain wisatanya, Dieng tidak lepas dari budaya-budaya unik di tengah masyarakatnya yang hingga saat ini masih dijunjung dan dilestarikan dengan baik.
Dilihat dari sejarahnya, Dieng memiliki beberapa kisah dari mulai pendapat para ahli sejarah dan arkeolog, hingga kisah mitos yang berkembang di masyarakat. Para ahli berpendapat bahwa dataran tinggi Dieng telah dijelajahi oleh manusia pada 2000 tahun silam, atau bahkan lebih. Pada waktu itu bertepatan dengan orang-orang dari bangsa Kalingga-sebuah daerah di India selatan yang melakukan migrasi secara besar-besaran ke berbagai penjuru Asia.
Abad ke-6
Menurut sejarah, pada abad ke-6 terdapat sebuah kerajaan Kalinga yang berdiri pada suatu wilayah di India Selatan. Kerajaan ini mengalami kekalahan pada peperangan melawan kerajaan Maurya Maharaja Ashoka. Kerajaan Ashoka merupakan kerajaan penganut agama Budha. Permulaan dari peperangan ini terjadi karena sebuah pengkhianatan, yang membuat Ashoka murka dan memaksa kerajaan Kalinga untuk tunduk di bawah kekuasaanya. Hal ini ditolak oleh kerajaan Kalinga, sehingga Kerajaan Ashoka menyerukan peperangan dan terjadilah perang terbesar yang belum pernah terjadi di India sebelumnya. Peperangan tersebut dimenangkan oleh kerajaan Ashoka dengan memporak-porandakan seluruh wilayah kerajaan Kalinga.
Kekalahan kerajaan Kalinga memaksa mereka untuk melakukan migrasi ke wilayah Nusantara, salah satunya pulau Jawa dengan perbekalan budaya. Di bawah kepemimpinan ratu Shima, kerajaan ini didirikan kembali dan diperkirakan terletak di Jawa Tengah, sebelah utara Gunung Maria dengan menganut kepercayaan Hindu-Budha. Seiring dengan berjalannya peradaban dalam kurun waktu tertentu, kerajaan Kalinga yang telah bergeser kepemimpinannya oleh Raja Sanjaya mendirikan dinasti Sanjaya di kerajaan Mataram Kuno.
Abad ke-11
Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada abad ke-11 M, yang diperintah oleh dua dinasti berbeda yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. Hingga pada akhirnya, dinasti Sanjaya sebagai penganut agama Hindu telah melanglang kerajaannya hingga wilayah Dieng dengan bukti-bukti peninggalan sejarah yang telah ditemukan, salah satunya yaitu kawasan Candi Dieng yang hingga saat ini masih bisa kita lihat sisa-sisa peninggalannya.
Sejarah Dieng menurut para ahli berjalan seiringan dengan mitos yang mengisahkan pemindahan kahyangan dari Gunung Meru di Jambudwipda (Himalaya) ke Dieng. Seorang Bahtara Guru yang dikenal dengan Hyang Jagadnata diidentifikasi sebagai Brahmana atau penguasa wilayah Jambudwipa yang memindahkan kahyangan Dieng. Dari sinilah konsep etimologi Dieng yang diambil dari dua kata dalam bahasa Sansekerta yaitu Ardhi yang berarti Gunung, dan Hyang yang berarti Dewa. Sehingga, tidak heran Dieng dikenal dengan sebutan negeri atas awan, yang juga sekaligus dianggap sebagai pingkalingganing bhuwana (pusat dunia). Terlepas dari mitos tersebut, wilayah Dieng memang dikaitkan dengan kebenaran yang menyatakan Dieng merupakan titik tengah dari Pulau Jawa.
Berdasarkan arkeologi India, gunung sebagaimana terungkap dalam kitab Vastusastra yang dianggap sebagai nirwana (surga). Tak ayal masyarakat India sebagai salah satu pembawa agama Hindu-Budha di Indonesia menyukai wilayah pegunungan. Sehingga, dataran tinggi Dieng menjadi salah satu tempat pilihan mereka dalam bermukim. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan sejarah yang terdapat pada dataran tinggi Dieng seperti prasasti dan kawasan Candi Hindu.
Flora
Dieng adalah sebuah dataran tinggi yang berbukit dengan udara dingin tentu ada flora atau jenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di wilayah ini.
Sayur mayur dan buah
Kentang
Hampir semua wilayah di Dieng Plateau ditanami kentang sehingga kentang menjadi komoditas utama pertanian di Dieng yang hasil panennya di ekspor ke berbagai daerah di wilayah Indonesia. Kentang Dieng memang memiliki rasa dan tekstur yang khas yaitu lebih lembut dan ketika mentah saat dipanen kulitnya bersih dan jarang terdapat tanah yang menempel sehingga sangat menyenangkan bila dilihat. Ada pasar khusus kentang Dieng yang terletak di Binangun yaitu Pasar Kentang Wringinanom. Lokasinya di tepi jalan raya besar Kertek – Wonosobo.
Selain kentang kuning, juga terdapat jenis kentang yang memiliki kulit merah dan ungu. Rasa dan bagian dalamnya hampir sama dengan kentang kuning biasa namun lebih pulen jika direbus dan lebih cepat kering jika di goreng. Kentang merah atau ungu ini memiliki harga lebih mahal karena sedikit petani yang membudidayakan karena lebih sulit perawatannya dan kentang ini hanya dijual untuk wisatawan di kios tempat wisata Dieng.
Carica
Merupakan salah satu jenis flora di Dieng yang masih banyak ditemukan. Pohon yang mirip dengan pohon pepaya ini bisa Anda saksikan mulai dari Gardu Pandang Tieng hingga ke pusat Dieng. Carica ditanam sebagai tanaman pendamping sayur mayur dan kentang. Dulu tanaman ini dipandang sebelah mata namun kini banyak orang yang mencarinya untuk kebutuhan home industri.
Kemar
Nama lain dari kemar adalah terung belanda. Buahnya ungu dan pohon memiliki banyak cabang. Tanaman ini juga banyak ditemukan di Dieng. Selain dijual mentah di area wisata, kemar juga di kirim ke luar daerah.
Purwaceng
Merupakan salah satu jenis tanaman yang jarang dijumpai. Meskipun bentuknya mirip seperti rumput semak namun purwaceng memiliki khasiat yang luar biasa. Pembudidayaannya lumayan sulit dan masa panennya sekitar 1 tahun inilah yang menyebabkan petani Dieng jarang yang menanamnya sehingga harganya sangat tinggi.
Wasabi
Meskipun sebagai tanaman yang tidak banyak dikonsumsi oleh orang lokal, wasabi masih banyak dijumpai di Dieng bahkan bisa tumbuh dengan bagus dan dirawat dengan baik. Hasil panen dari wasabi biasanya di ekspor ke Jepang, karena tanaman ini juga berasal dari Jepang dan banyak dibutuhkan disana. Lokasi untuk penanaman wasabi antara lain di area Telaga Merdada, Kawah Sileri serta yang paling banyak adalah disekitar Air Terjun Sikarim.
Kacang Dieng
Kacang ini sering disebut kacang babi karena bentuk polongnya mirip hewan babi. Kacang Dieng masih banyak dijumpai di pematang sawah tanaman kantang yaitu sebagai tanaman pendamping.
Jamur Champignon
Ketika PT. Dieng Jaya masih beroperasi kala itu, jamu Dieng atau jamur champignon dibudidayakan secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pabrik yang produknya adalah jamur kaleng. Produksi Jamur Dieng ini berskala internasional karena produknya di ekspor ke mancanegara dengan memiliki ribuan karyawan. Namun kini perusahaan tersebut telah bangkrut sehingga jamur Dieng hanya dibudidayakan oleh orang lokal Dieng untuk memenuhi kebutuhan pasar setempat. Budidaya jamur Dieng yang masih banyak ditemukan adalah di daerah sekitar Desa Karangtengah Batur.
Kubis dan wortel
Dua sayuran ini adalah jenis tanaman yang banyak ditemui dimana saja. Dieng juga cocok untuk tanaman kubis dan wortel, keberadaannya juga masih banyak. Namun sayuran tersebut seringkali mengalami ketidakstabilan harga jual.
Kol ungu dan Brussel Sprout
Tanaman sayuran ini dulunya ada banyak karena memang dibudidayakan secara serius di Dieng sejak masih banyak orang asing yang ada disini yaitu tepatnya saat PT. Dieng Jaya masih ada karena banyak tenaga asing di perusahaan tersebut. Namun kini sudah jarang sekali ditemukan dan petani Dieng belum membudidayakannya kembali.
Buah bit
Lokasi penanaman buah bit yang masih sering ditemukan ialah di dekat gapura masuk kawah sileri dan ada juga di sekitar Candi Arjuna.
Cabe gendot
Adalah cabe super pedas di Dieng. Bentuknya seperti namanya yaitu gendut atau gemuk tidak memanjang seperti biasanya. Cabe ini bukan paprika yang justru miliki rasa agak manis dan buahnya pun lebih kecil. Cabe gendot biasa di buat sayur oseng dicampur tempe atau daging adapula yang menjadikannya keripik cabe gendot. Flora ini masih banyak dijumpai di area ladang pertanian Dieng.
Buah berry
Masih banyak ditemukan di Dieng Plateau yaitu di semak-semak lereng gunung ataupun di puncak pegunungan Dieng. Biasanya yang sering banyak menjumpai buah ini adalah para pendaki.
Tanaman bunga dan pohon perdu
Edelweis
Merupakan salah satu bunga yang masih banyak dijumpai di wilayah Dieng. Tanaman ini tumbuh subur dan banyak dipuncak-puncak Gunung seperti di Gunung Prau, Bismo, Pakuwojo dan tempat lainnya. Bunga ini tidak bisa dibawa pulang atau dipetik kareba termasuk ke dalam jenis flora dilindungi.
Tulip
Adalah bunga yang berasal dari Belanda namun dulu juga dibudidayakan dan tumbuh dengan baik di Dieng yaitu disebelah kanan jalan di area wana wisata petak 9. Tapi kini sudah tidak ditemukan lagi diwilayah tersebut.
Cala lili, hortensia, krisan
Adalah bunga yang mudah ditemukan di Dieng karena pembudidayaannya sangat mudah cocok dengan udara Dieng.
Daisy
Merupakan salah satu bunga dengan ukuran kecil berwarna pink yang biasanya dengan mudah ditemukan ditepi jalan, tebing ladang pertanian serta di puncak gunung. Bunga tersebar diseluruh wilayah Dieng.
Akasia
Merupakan tanaman keras yang masih banyak ditemukan di semua pegunungan di Dieng. Tanaman ini memiliki daun hampir mirip dengan pohon albasia namun pohonnya lebih kecil dan rimbun.
Puspa
Adalah tanaman keras yang memiliki bunga harum. Pohon ini masih sering dijumpai di area objek wisata Dieng. Struktur pohonnya besar dan rindang serta memiliki bunga banyak berwarna putih. Area yang ditumbuhi pohon puspa yaitu di kawasan Telaga Warna, samping Samping Pendopo Soeharto Whitlem, serta banyak ditemukan di jalan menuju Telaga Dringo.
Pakis
Merupakan salah satu flora yang masih banyak di temukan di area Dieng. Pakis disini termasuk jenis pakis hutan yang memiliki batang tinggi. Wilayah yang paling banyak ditumbuhi pakis adalah di sekitar Air Terjun Sikarim dan Gunung Bisma.
Tengsek
Adalah salah satu tanaman yang sudah jarang ditemukan di Dieng. Kayu ini banyak dicari orang karena memiliki berbagai ragam manfaat baik untuk kepentingan pribadi ataupun koleksi.
Fauna
Dataran tinggi Dieng yang terdiri dari pegunungan, area pertanian serta hutan lindung ini memiliki berbagai macam fauna (segala macam jenis hewan). Diantaranya adalah sebagai berikut:
Daftar fauna di Dieng
Fauna | Banyak ditemukan | Jarang dijumpai / punah |
---|---|---|
Macan tutul | – | ✓ |
Babi hutan | ✓ | – |
Lutung | ✓ | – |
Surili | ✓ | – |
Elang jawa | ✓ | – |
Puyuh gonggong | ✓ | – |
Tepus dada putih | – | ✓ |
Rusa | – | ✓ |
Macan tutul merupakan hewan endemik Jawa yang kini sudah tidak lagi ditemukan di kawasan Dieng. Keberadaannya menjadi cerita karena sudah banyak habitat mereka yang punah seperti penjarahan hutan ataupun pembabatan hutan untuk lahan pertanian. Dulunya macan tutul masih banyak ditemukan ketika hutan masih rimbun, biasanya si harimau Jawa ini berada di lereng-lereng gunung dengan pepohonan lebat seperti di kawasan hutan Gunung Prau, Gunung Nganjir, Gunung Bismo dan dipegunungan lainnya. Kemudian untuk babi hutan sendiri masih banyak ditemukan, hal ini ditandakan dengan banyaknya lubang dan jejak kami babi yang bisa ditemukan di area gunung dan lahan pertanian.
Selain harimau dan babi hutan, dulu juga banyak ditemukan rusa baik di pegunungan, lahan terbuka atau di area pertanian namun kini sudah jarang sekali ditemukan karena sudah habis diburu dan atau pindah habitat. Kemudian untuk lutung masih banyak ditemukan di hutan lebat lereng-lereng pegunungan seperti di lereng Gunung Seroja, Gunung Bisma. Sedangkan fauna berjenis burung masih sering dijumpai dan banyak ditemukan di hutan gujung Dieng di pepohonan akasia dan semak lainnya.
Pertanian
Dieng sebagai tempat impian para petani karena dikaruniai tanah yang subur. Hampir semua penduduk Dieng bermata pencaharian sebagai petani. Mereka membudidayakan tanaman sayuran seperti kentang kol/kubis, wortel, kacang dieng/kacang babi, terong belanda, purwaceng, carica dan masih banyak lagi tanaman yang tumbuh di Dieng.
Hampir seluruh lahan di Dieng yaitu di lereng-lereng pegunungan di buat terasiring untuk pertanian kentang. Dieng memang terkenal dengan kentangnya maka dari itu Dieng sebagi daerah pemasok kentang utama dan terbesar di Indonesia.
Tidak hanya kentang Dieng yang terkenal ada buah unik tumbuh di Dieng yaitu carica. Siapa yang tidak kenal carica, pasti hampir semua orang tau buah yang satu ini. Carica merupakan buah pepaya kerdil Dieng. Pohon carica hampir mempunyai kemiripan dengan pohon pepaya. Kemiripan itu tampak pada daun nya akan tetapi buah yang tumbuh sangatlah berbeda. Buah carica memiliki ukuran mungil seperti belimbing dan mempunyai rasa asam makanya buah ini sudah di jadikan olahan khas Dieng yaitu manisan carica.
Ada lagi tanaman gingseng yang dibudidayakan di Dieng dan banyak yang mencari-cari tanaman khas Dieng ini yaitu tanaman purwaceng. Purwaceng merupakan tanaman sebangsa gingseng yang tumbuh di Dataran Tinggi Dieng.
Energi panas bumi
Dieng merupakan salah satu titik di Propinsi Jawa Tengah yang memiliki potensi sumber energi panas bumi. Adapun alasannya karena Dieng merupakan daerah dengan kontur pegunungan, memiliki banyak sumber air panas, solfatara , Fumarole dan bebatuan. Sumber energi panas bumi Dieng terletak di dua wilayah kabupaten yaitu Kecamatan Kejajar (Wonosobo) dan Kecamatan Batur (Banjarnegara). Pemanfaatan energi panas bumi ini digunakan sebagai pembangkit listrik.Untuk memanfaatkan sumber energi panas Dieng yaitu dengan cara melakukan pengeboran sumur sedalam 1.500 meter hingga 2.000 meter kemudian energi panas bumi yang telah di bor akan dialirkan dengan menggunakan pipa menuju ke pengolahan energi selanjutnya.
Pipa-pipa gas serta sumur pengeboran tersebar di wilayah Dieng Wonosobo dan Banjarnegara. Untuk wilayah Wonosobo, pipa gas ini bisa dilihat saat menuju Desa Sembungan ketika ingin menyaksikan sunrise. Disepanjang jalan menuju Desa Sembungan terdapat beberapa titik pengeboran dan dilalui oleh pipa gas yaitu di wilayah Desa Sikunang. Kemudian sebelum Desa Sikunang terdapat juga Power Plant yang terletak di kanan jalan, kalau dilihat dari kejauhan berupa tabung-tabung besar dengan uap panas putih di atasnya. Setelah melewati Desa Sikunang juga ada induk PLN. Kemudian saat memasuki Desa Sembungan tepatnya di gapura desa belok ke kiri juga ada pengeboran sumber panas lagi di beberapa titik. Selain itu tersebar juga di kawasan area Dieng Plateau Theater dan disekitar lereng Gunung Pakuwojo. Beberapa titik sumur pengeboran di atas ada yang masih aktif atau sudah tidak digunakan lagi mungkin karena tekanan gas yang berkurang.
Untuk sumber energi panas Dieng yang berada di Kabupaten Banjarnegara juga ada di beberapa titik. Kantor dari PT. Geo Dipa Energi tersebut terletak di jalan menuju Desa Kepakisan setelah Gangsiran Aswatama dengan area yang sangat luas. Pipa-pipa gas semakin sering di lihat ketika memasuki area Kawah Sileri karena disitulah daerah yang memiliki energi panas bumi kuat sehingga banyak ditemukan pengeboran sumur di kanan kiri jalan di area lahan pertanian. Kemudian ada juga sumur yang berada di Desa Karangtengah yaitu di daerah Telaga Merdada.
Pengembangan energi panas bumi Dieng sebenarnya sudah dilakukan sejak lama yaitu ketika pemerintah Hindia Belanda masih berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1928 telah dilakukan beberapa pengeboran sumur dangkal, namun proyek tersebut tidak dikembangkan lebih lanjut. Kemudian pada tahun 1964 UNESCO menetapkan bahwa Dieng merupakan salah satu wilayah sebagai sumber panas bumi yang sangat berpotensi. Kemudian barulah dilakukan proses pengembangan energi panas bumi yang dikelola langsung putra bangsa dari PT. Geo Dipa Energi dengan melakukan pengeboran sumur lebih banyak di area Dieng Plateau hingga kini.
Manfaat
Selain terkenal akan destinasi yang menyejukkan pandangan, Dieng memiliki potensi alam yang luar biasa yaitu sebagai sumber energi panas bumi. Sumber energi tersebut dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik yang total energi panas listrik di sekitar Dieng bisa mencapai kurang lebih 400MW. Selain itu juga dimanfaatkan sebagai tempat kunjungan industri untuk wisata edukatif serta dikembangkan untuk geowisata. Dengan adanya sumber panas bumi Dieng juga membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar Dieng.
Bahasa
Budaya Dieng yang sangat unik dapat dilihat dari bahasanya. Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penduduknya ialah bahasa Jawa. Namun memiliki cara bicara dengan intonasi yang khas.
Agama dan kepercayaan
Meskipun Dieng dulunya merupakan peradaban Hindu, akan tetapi kini penduduk Dieng beragama Islam. Namun ada juga kepercayaan yang masih dianut oleh sebagian masyarakat yaitu kejawen.
Adat istiadat
Adat istiadat orang Dieng yang masih diwariskan secara turun temurun adalah adat pencukuran rambut anak anak yang memiliki rambut gimbal.
Untuk memotong rambut tersebut biasanya akan dilakukan sebuah ritual atau upacara adat terlebih dahulu. Wisatawan bisa menyaksikan ritual pencukuran rambut gimbal setiap tahunnya pada acara festival Dieng.
Kesenian
Kesenian merupakan salah satu bagian dari budaya. Dieng masih memiliki beberapa kesenian yang masih dilestarikan bahkan masih bisa disaksikan saat berkunjung ke wilayah ini. Kesenian tersebut berupa karya seni tari. Seni tari ini biasanya dipertunjukkan saat ada acara Festival Dieng, hajatan, selamatan desa ataupun hari jadi kabupaten.
Inilah beberapa kesenian yang ada di Dieng:
- Tari lengger topeng
- Tari Rampak Yakso
- Tari Badong
- Tari Kubro Siswo