Fenomena rambut gimbal yang dimiliki oleh anak-anak asli Dieng menghadirkan tradisi budaya pemotongan atau ‘ruwatan rambut gimbal’. Budaya ruwatan rambut gimbal merupakan upacara tradisi turun-temurun yang sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam oleh masyarakat Dataran Tinggi Dieng.
Ruwat berarti bebas atau terlebas. Bagi orang Jawa seseorang yang dianggap memiliki sukerta harus di ruwat agar tidak terkena sial atau malapetaka bahkan marabahaya.
Sukerta sendiri memiliki arti seseorang yang memiliki kelainan yang menurun tradisi turun temurun akan dimangsa bhatara kala, seperti anak-anak rambut gimbal sehingga harus dibersihkan atau diruwat terlebih dahulu.
Daftar isi
Lereng Sumbing Sindoro
Di daerah sekitar lerang Gunung Sumbing dan Sindoro subur akan tradisi ruwatan yakni ruwat rambut gimbal sebagai ciri khas yang tumbuh di Kabupaten Wonosobo. Anak-anak berambut gimbal ini dianggap sebagai anak sukerta yang dicadangkan menjadi mangsa Bhatara kala dan harus di ruwat.
Upacara ruwatan
Upacara ruwatan rambut gimbal selayaknya sebuah acara khitanan. Ada upacara individual ataupun upacara masal. Upacara ruwatan individual biasanya dilaksanakan secara pribadi di masing-masing rumah sedangkan upacara missal biasanya dilaksanakan bersamaan oleh beberapa anak yang memiliki rambut gimbal.
Upacara ruwatan biasanya dilakukan secara massal setiap 1 suro menurut kalender Jawa dengan tujuan membuang kesialan pada anak-anak asli Dieng yang memiliki rambut gimbal.
Kini, upacara tradisi ruwatan rambut masuk ke dalam daftar acara Dieng yang cukup terkenal yaitu ‘Dieng Culture Festival’ secara rutin setiap tahun sejak tahun 2010. Acara ini mengangkat budaya yang dikemas sedemikian rupa antara perpaduan pertunjukan-pertunjukan seni sampai musik jazz. Acara ini telah menarik banyak pengunjung domestik maupun mancanegara setiap tahunnya.
Asal usul rambut gimbal
Ada beberapa versi tentang asal-usul munculnya anak-anak rambut gimbal seperti di Dieng.
Versi 1
Zaman dahulu kala rambut gimbal di percaya sebagai titipan Kyai Kolodete. Kyai Kolodete merupakan salah satu tokoh yang membuka atau babad alas Wonosobo dan Kyai Kolodete juga berambut gimbal.
Konon Kyai Kolodete sangat menyukai dan menyayangi anak-anak kecil. Karena saking sayangnya Kyai Kolodete menitipkan rambut gimbal beliau kepada anak-anak di Wonosobo. Beliau berpesan bahwa anak-anak yang memiliki rambut gimbal merupakan keturunannya dan pesan beliau jangan sekali disia-siakan karena anak ini sangatlah istimewa.
Versi 2
Tentang asal usul anak rambut gimbal ialah Kyai Kolodete merupakan seorang pejuang yang memiliki rambut gimbal. Konon katanya rambut gimbal yang dimiliki Kyai Kolodete sangatlah panjang hingga sampai telapak kaki. Nah rambut gimbal beliau dianggap mengganggu saat perang tiba sehingga dititipkan kepada anak-anak yang disayanginya.
Versi 3
Menyebutkan bahwa Kyai Kolodete memiliki rambut gimbal sejak lahir hingga wafat. Rambut gimbal yang dimiliki sangat mengganggu beliau sehingga ketika akan meninggal beliau berpesan kepada anak cucunya untuk mewarisi rambut gimbalnya .
Kyai Kolodete telah mewariskan atau menitipkan rambut gimbal beliau kepada anak cucunya yang berada di Dataran Tinggi Dieng. Roh Kyai Kolodete kemudian menjadi penguasa di daerah pegunungan Dieng.
Rambut gimbal yang tumbuh di kalangan anak-anak Wonosobo atau Dieng muncul bukan dari bawaan lahir atau sejak lahir. Melainkan setelah beberapa bulan atau tahun kurang lebih keltika anak tersebut beranjak 2 tahun itu muncul.
Baca juga: Apakah rambut gimbal anak-anak Dieng tumbuh secara alami?
Kemunculan tumbuh rambut gimbal datang secara tiba-tiba yakni ditandai dengan sakit panas dan esok harinya tiba-tiba rambutnya telah melekat satu dengan lainnya atau menjadi gimbal. Meskipun dikeramasi rambut yang telah gimbal tersebut tidak kembali seperti semula dan harus dilakukan upacara ruwatan agar rambut mereka tumbuh normal kembali.
Tipe rambut gimbal
Ketika berkunjung ke Dieng atau Wonosobo dan menemui anak-anak rambut gimbal, mereka memiiki tipe rambut gimbal yang beraneka ragam yaitu:
- Gimbal Pari, rambut gimbal yang tumbuh memanjang membentuk ikatan kecil-kecil menyerupai bentuk padi.
- Gimbal jatha, rambut gimbal yang memiliki sekumpulan rambut gimbal yang besar besar tetapi tidak lekat menjadi Satur.
- Gembel Wedhus, merupakan rambut gimbal yang menyerupai bulu domba.
Prosesi ruwatan
Prosesi ruwatan dimulai dengan mengumpulkan anak-anak berambut gimbal yang kemudian diarak secara masal. Arak-arakan tersebut diiringi oleh musik dan tarian tradisional beralunan Jawa dari salah satu desa menuju kompleks Candi Arjuna.
Sesampainya di sana, anak-anak rambut gimbal akan dimandikan atau dijamasi menggunakan air dari tujuh sumur di sekitar Dieng. Ketujuh sumur tersebut adalah Sumur Balekambang, Sumur Jalatunda, Sendang Bimolukar, Sendang Buana, Sendang Pepek, Sendang Maerokoco, dan Sendang Tulis. Air dari 7 sumur tersebut sebelumnya telah diambil oleh para tetua adat.
Selepas dijamas, tibalah pada acara prosesi inti yaitu pemotongan rambut gimbal pada anak yang dilakukan oleh oleh para tetua adat atau sesepuh desa. Pemotongan diiringi dengan doa-doa, sholawat, dan lantunan musik-musik Jawa. Kemudian, bebono atau sesuatu yang diminta oleh sang anak akan diberikan. Orang tua anak akan merasa bersyukur dan bergembira setelah anak-anak mereka telah diruwat.
Rambut-rambut gimbal hasil ruwatan kemudian diarungkan di Telaga Warna. Itulah akhir dari prosesi upacara ruwatan rambut gimbal. Anak-anak rambut gimbal dapat kembali tumbuh dengan normal dan dipercaya akan jauh dari marabahaya serta kesialan.
Untuk dapat melihat prosesi ruwatan rambut, wisatawan dapat langsung berkunjung dan mengikuti acara Dieng Culture Festival yang diadakan setiap tahun. Seiring berkembangnya zaman, proses dan tata cara upacara ruwatan rambut gimbal sedikit berbeda. Kendati demikian, esensi dari upacara tersebut tidaklah berubah.